Kamis, 24 April 2014

Review Jurnal Hukum Perikatan Bagian 3



PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN
(Studi Kasus di Perum Pegadaian Cabang Surakarta)


Endang Sri Suwarni
Dr. Aidul Fitriciada Ashari, S.H., M.Hum
Dr. Nurhadiantomo


HASIL DAN PEMBAHASAN

Perlindungan Hukum Terhadap Hak–Hak Nasabah Pegadaian Dalam Hal Terjadi Pelelangan Terhadap Barang Jaminan di Kantor Perum Pegadaian Cabang Surakarta.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pegawai Perum Pegadaian Cabang Surakarta mengenai pemberitahuan kepada nasabah mengenai terjadinya lelang terhadap barang jaminan, pihak Perum Pegadaian Cabang Surakarta melakukan pemberitahuan kepada nasabah dengan cara :
1.       Nasabah kredit diberitahu melalui surat Pemberitahuan lelang dapat dilakukan oleh Pegadaian dengan cara melalui surat pemberitahuan pelak-sanaan lelang terhadap barang jaminan milik nasabah yang kreditnya akan jatuh tempo. Surat pemberitahuan ini dila-kukan oleh Perum Pegadaian terhadap semua nasabah yang kreditnya akan jatuh tempo, baik kredit golongan A, B, C, D jadi tidak ada pembedaan perlakuan karena selama ini masih ada pem-bedaan, untuk nasabah kredit golongan C, D biasanya diberitahu melalui surat, sedangkan untuk nasabah kredit golongan A, B tidak.
2.       Nasabah kredit didatangi langsung oleh Petugas Pegadaian Untuk kredit dengan jumlah antara Rp. 5.000.000 s/d Rp. 50.000.000, pembe-ritahuan bisa dilakukan petugas Perum Pegadaian secara langsung mendatangi nasabah kredit tersebut. Biasanya kredit dengan jumlah yang besar jumlahnya tidak begitu banyak, sehingga sangat dimungkinkan didatangi petugas Pegadaian untuk menjelaskan akan adanya pelaksanaan lelang atas barang jaminan kredit nasabah.
3.       Diumumkan secara langsung di kantor Pegadaian Pemberitahuan akan adanya pelaksanaan lelang atas barang jaminan dilakukan dengan memberi informasi secara langsung kepada nasabah di kantor Pegadaian oleh petugas Pega-daian. Bagi nasabah diingatkan untuk melihat bukti kreditnya, kapan jatuh temponya, dengan tujuan agar nasabah segera melunasi kreditnya.
4.       Pengumuman melalui papan pengumuman Pemberitahuan akan adanya pelaksanaan lelang atas barang jaminan dila-kukan dengan memberikan informasi kepada nasabah melalui papan pengu-muman yang ada di kantor Pegadaian, informasi tersebut harus secara jelas, waktu pelaksanaan lelang, tempat pelaksanaan lelang dan lelang barang jaminan untuk kredit yang jatuh tempo sampai dengan kapan (tanggal, bulan, tahun)
5.       Melalui computer klik Pegadaian Untuk lebih meningkatkan pelayanan terhadap nasabah, perlu juga ditingkatkan informasi mengenai pelelangan, jatuh tempo kredit nasabah dan layanan lain Pegadaian melalui seperangkat computer. Computer diletakkan diruang tunggu nasabah, sehingga dapat digunakan oleh nasabah yang ingin mengetahui tentang lelang, tanggal jatuh tempo kredit, layanan pegadaian dan informasi lainnya. Nasabah dapat menggunakan sendiri ataupun dengan bantuan petugas yang khusus untuk itu. Misalnya computer tersebut diberi nama Klik Pegadaian. Apabila informasi mengenai lelang tersebut sudah diketahui langsung oleh nasabah, diharapkan nasabah akan melunasi pinjamannya.
6.       Diumumkan melalui radio terdekat Selama ini pengumuman lelang mela-lui radio terdekat, biasanya RRI merupakan radio pilihan untuk mengumumkan akan adanya lelang barang jaminan milik nasabah yang kreditnya akan jatuh tempo dan yang sudah tidak ditebus. Berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Perum Pegadaian Cabang Surakarta mengenai mekanisme pemberitahuan kepada nasabah apabila terjadi eksekusi lelang tersebut juga sesuai dengan ketentuan Pasal 1238 KUH Perdata. Cara pemberian teguran terhadap debitur yang lalai tersebut telah diatur dalam dalam pasal 1238 KUH Perdata yang menentukan bahwa teguran itu harus dengan surat perintah. atau dengan akta sejenis. Yang dimaksud dengan surat perintah dalam pasal tersebut adalah peringatan resmi dari juru sita pengadilan, sedangkan yang dimaksud dengan akta sejenis adalah suatu tulisan biasa (bukan resmi), surat maupun telegram yang tujuannya sama yakni untuk memberi peringatan-peringatan kepada debitur untuk memenuhi prestasi dalam waktu seketika atau dalam tempo tertentu, sedangkan menurut Ramelan Subekti akta sejenis lazim ditafsirkan sebagai suatu peringatan atau teguran yang boleh dilakukan secara lisan, asal cukup tegas yang menyatakan desakan kreditur kepada debitur agar memenuhi prestasinya seketika atau dalam waktu tertentu.
Menurut pasal 1238 KUH Perdata yang menyakan bahwa: “Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatan sendiri, ialah jika ini menetapkan bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.
Dari ketentuan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa debitur dinyatakan wanprestasi apabila sudah ada somasi (in gebreke stelling). Adapun bentukbentuk somasi menurut pasal 1238 KUH Perdata adalah:
1.       Surat perintah
Surat perintah tersebut berasal dari hakim yang biasanya berbentuk penetapan. Dengan surat penetapan ini juru sita memberitahukan secara lisan kepada debitur kapan selambat-lambatnya dia harus berprestasi. Hal ini biasa disebut “exploit juru Sita”
2.       Akta sejenis
Akta ini dapat berupa akta dibawah tangan maupun akta notaris.
3.       Tersimpul dalam perikatan itu Sendiri
Maksudnya sejak pembuatan perjanjian, kreditur sudah menentukan saat adanya wanprestasi.

Dalam perkembangannya, suatu somasi atau teguran terhadap debitur yang melalaikan kewajibannya dapat dilakukan secara lisan akan tetapi untuk mempermudah pembuktian dihadapan hakim apabila masalah tersebut berlanjut ke pengadilan maka sebaiknya diberikan peringatan secara tertulis. Dalam keadaan tertentu somasi tidak diperlukan untuk dinyatakan bahwa seorang debitur melakukan wanprestasi yaitu dalam hal adanya batas waktu dalam perjanjian (fatal termijn), prestasi dalam perjanjian berupa tidak berbuat sesuatu, debitur mengakui dirinya wanprestasi.
Berdasarkan bentuk perlindungan yang diberikan oleh Perum Pegadaian tersebut di atas dapat peneliti jelaskan bahwa perlindungan hukum dalam bidang kredit gadai merupakan faktor penting untuk menciptakan kepastian hukum, manfaat, dan keadilan bagi para pihak dalam perjanjian kredit gadai. Dalam tatanan perlindungan hukum debitur menghadapi resiko yang lebih kecil dibandingkan dengan kreditur, namun sering terjadi posisi hukum Debitur lebih lemah di dalam perjanjian kredit dan oleh karena itu Debitur perlu memahami Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Debitur.


Akibat Hukum Bila Tidak Dipenuhi Hak-Hak Nasabah Jika Terjadi Wanprestasi Dari Pemegang Gadai
Prestasi menurut hukum perdata sebagaimana diatur dalam Pasal 1234 KUH Perdata adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu. Wanprestasi ini dalam hukum Perdata ada 3 jenis yaitu: 1) Tidak memenuhi prestasi sama sekali, 2) terlambat memenuhi prestasi, 3) Memenuhi prestasi secara tidak baik.
Dalam bab ini fokus pembahasan terhadap akibat hukum tindakan wanprestasi yang dilakukan oleh Perum Pegadaian terhadap nasabah kaitannya dengan perlindungan hukum bagi debitur karena akibat wanprestasi tersebut.]
Tindakan wanprestasi terhadap benda jaminan gadai milik debitur dapat berupa: 1) karena kelalaian karyawan Perum Pegadaian menye - babkan benda jaminan tertukar, 2) karena kelalaian karyawan Perum Pegadaian menyebabkan benda jaminan hilang, 3) karena kelalaian karyawan Perum Pegadaian menyebabkan benda jaminan rusak.
Menyangkut ketiga aspek diatas, maka perlu juga dikemukakan dasar dari kewajiban pemegang gadai yaitu :
1.       Kewajiban memberitahukan kepada pemberi gadai jika barang gadai dijual
2.       Kewajiban memelihara benda gadai
3.       Kewajiban untuk memberitahukan perhitungan antara hasil penjualan barang gadai dengan besarnya piutang kepada pemberi gadai.
4.       Kewajiban untuk mengembalikan barang gadai. Menurut Pasal 1159 Ayat (1) KUH Perdata, kewajiban ini dilaksanakan karena :
a.       Kreditur telah menyalahgunaan barang gadai
b.      Debitur telah melunasi sepenuhnya, baik utang pokok, bunga dan biaya hutangnya serta biaya untuk menyelamatkan barang gadai.
5.       Kewajiban untuk memperhitungkan hasil penagihan bunga piutang gadai dengan besarnya bunga piutang kepada debitur.
6.       Kewajiban untuk mengembalikan sisa hasil penagihan piutang gadai kepada pemberi gadai.

Dasar-dasar pikiran di atas menggaris bawahi bahwa perlindungan hukum bagi debitur karena tindakan wanprestasi yang dilakukan Perum Pegadaian, semestinya diperluas dan dipertegas, dapat dilihat bahwa hampir semua point di atas sebagai kewajiban pemegang gadai tidak pernah dilaksanakan. Berdasarkan hasil wawancara dengan nasabah Perum Pegadaian menga takan bahwa pengetahuan nasabah terhadap keadaan benda jaminan gadai akan dilelang lewat informasi pengumuman di pegadaian, dan tidak ada konfirmasi kepada pemilik benda jaminan terhadap lelang tersebut.
 Pengumuman lelang di papan pengumuman pada Kantor Cabang Pegadaian, menurut penulis bukanlah wujud tanggung jawab pemegang gadai seperti yang digariskan pada bagian pertama di atas, barangkali lebih merupakan penyempitan makna pemberitahuan, tindakan ini sebenarnya dapat juga diklasifikasikan sebagai tindakan wanprestasi, namun sangat sulit mengarahkan pada tindakan wanprestasi, karena memang perjanjian kred it dengan jaminan barang bergerak telah dikondisikan demikian.
Tindakan wanprestasi akan menyebabkan salah satu pihak mengalami kerugian, dalam perjanjian gadai wanprestasi dapat dilakukan dilakukan oleh kreditur atau Perum Pegadaian, tindakan wanprestasi ini dapat berupa rusaknya barang gadai, pelaksanaan lelang tanpa memberitahukan debitur serta tidak adanya pengembalian uang sisa hasil lelang setelah dikurangi pokok pinjaman beserta bunganya.
Menurut analisis penulis perjanjian gadai itu sendiri merupakan perjanjian baku, yang intinya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen khususnya Pasal 18 yaitu sebagai berikut:
1.       Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:
a.       Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b.      Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
c.       Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d.      Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
e.      Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f.        Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
g.       Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
h.      Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
2.       Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.
3.       Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.
4.       Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausul baku yang bertentangan dengan Undang-undang ini. Maupun berdasarkan KUH Perdata Pasal 1320 menyangkut syarat –syarat sahnya perjanjian:
1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak;
2. Kecakapan bertindak;
3. Adanya objek perjanjian;
4. Adanya causa yang halal (Salim HS, 2002: 162).

Upaya Hukum Yang Ditempuh Oleh Nasabah Jika Terjadi Wanprestasi Dari Pemegang Gadai
1. Menyelesaikan Sengketa Melalui Jalur Musyawarah Mufakat
Penyelesaian sengketa melalui jalur musyawarah mufakat ini merupakan jalur paling awal yang dilalui oleh pihak yang bersengketa sebelum akhirnya masuk pada jalur hukum atau pengadilan. Dengan adanya jalur ini, diharapkan para pihak yang bersengketa dapat menyelesaikan masalahnya dengan cara yang baik-baik (musyawarah) sehingga sampai pada perdamaian (mufakat).
Berikut ini langkah-langkah dalam penyelesaian seng –keta melalui jalur musyawarah mufakat, yaitu:
a. Mengembalikan pada butir-butir akad yang telah ada sebelumnya
b. Para pihak yakni nasabah dan Pegadaian kembali duduk bersama dan fokus kepada masalah yang dipersengketakan.
c. Mengedepankan musyawarah dan kekeluargan, hal ini sangat dianjurkan untuk menyelesaikan sengketa
d. Tercapainya perdamaian antara pihak yang bersengketa
Berdasarkan langkahlangkah penyelesaian sengketa melalui jalur musyawarah mufakat ini, maka sangat diharapkan terciptanya perdamaian antara nasabah dan Pegadaian. Tetapi ketika melalui jalur ini persengketaan tidak juga selesai, maka persengketaan ini dapat dilakukan melalui lembaga mediasi untuk segera mendapatkan solusi yang baik. Bila jalur mediasi tidak juga mendapatkan hasil, maka jalur paling akhir yang harus ditempuh adalah jalur Pengadilan.

2. Melalui Mediasi
Pengertian Mediasi secara normatif tidak kita jumpai dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Oleh karena itu pengertian mediasi di ambil dari pendapat ahli dan kamus. Menurut Rachmadi Usman (2003: 79) mediasi adalah penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai penengah. Sementara dalam Black Law Dictionary mengenai mediasi ini didefiniskan sebagai berikut: Mediation is privat, informal dispute resolution process in which a neutral third person, the mediator, helps disputing parties to reach an agreement. The mediator has no power to impose a decission on the parties.
Jadi, mediasi adalah sebuah mekanisme penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga yang netral, dalam artian pihak ketiga dimaksud (mediator) tidak memiliki kompetensi untuk membuat keputusan. Mediator hanya diperkenankan memberikan tawaran alternatif solusi dan para pihak sendiri yang pada akhirnya memberikan putusannya.
Dengan demikian dapat dika-takan bahwa pada dasarnya seorang mediator berperan sebagai penengah yang membantu para pihak untuk menyelesaikan sengketa yang dihadapinya. Sebagai penengah di sini di samping sebagai penyelenggara dan pemimpin diskusi, juga dapat membantu para pihak untuk mendesain penyelesaian sengketanya, sehingga dapat menghasilkan kesepakatan bersama. Untuk itu seorang mediator harus memiliki kemampuan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang nantinya akan dipergunakan sebagai bahan untuk menyusun dan mengusulkan pelbagai pilihan penyelesaian masalah yang disengketakan.

3. Melalui Lembaga Arbitrase Atau Peradilan
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan upaya penyelesaian sengketa antara nasabah dengan Perum Pegadaian melalui arbitrase atau peradilan selama ini belum pernah terjadi, hal tersebut dikarenakan penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase atau peradilan tidak mudah dilaksanakan bagi nasabah kecil dan usaha mikro dikarenakan memerlukan waktu dan biaya yang mahal. Sehingga diupayakan penyelesaian yang sederhana, murah, dan cepat melalui lembaga mediasi agar hak-hak nasabah dapat terpenuhi dengan baik.
Berdasarkan hal tersebut di atas, menunjukkan bahwa upaya hukum yang dapat dilakukan oleh nasabah apabila terjadi wanprestasi dari pemegang gadai adalah melalui musyawarah mufakat, melalui mediasi dan arbitrase atau peradilan. Namun fakta yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa nasabah yang barang jaminannya telah dilelang oleh Perum Pegadaian tidak pernah melakukan upaya hukum. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil angket yang diisi oleh nasabah Perum
Pegadaian Cabang Surakarta yang menyatakan bahwa para nasabah mempunyai keinginan menggugat Perum Pegadaian melalui jalur hukum akibat barang jaminannya di lelang.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi nasabah yang tidak mempunyai keinginan untuk menggugat Perum Pegadaian melalui jalur hukum akibat barang jaminannya di lelang adalah sebagai berikut:
1.     Rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh nasabah
2.   Nasabah tidak mamahami prosedur hukum, sehingga merasa takut untuk melakukan gugatan hukum terhadap Perum Pegadaian.
3.      Nasabah beranggapan bahwa dalam berperkara di Pengadilan memer - lukan biaya yang besar dan memakan waktu yang lama.



DAFTAR PUSTAKA

Barkatullah, Abdul Halim, 2010, Hak-Hak Konsumen, Nusa Media, Bandung.
Catur, N. R. Adi Purwono, 2007, Perlindungan Hukum Nasabah Kredit Kecil di Perum
Pegadaian. Tesis UNS Surakarta.
Dimyati, Khudzaifah, 2005, Teorisasi Hukum : Studi Tentang Perkembangan Pemikiran 
            Hukum di Indonesia 1945 -1990, Muhammadiyah University Press, Surakarta.
Elsas, R. Dan Krahnen, 2000, Is Relationship Lending Special? Evidence from
          Credit-File Data in Germany. Journal of Banking & Finance 22 (1998) 1283-1316.
Hadikusuma, Hilman, 2001, Hukum Perekonomian Adat Indonesia, Citra Aditya Bakti,
            Bandung.
Hasanah, Hetty, 2004, Perlindungan Konsumen dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen 
           atas Kendaraan Bermotor dengan Fidusia,
           (http//jurnal.unikom.ac.id/vol3/perlindungan.html).
HS. Salim, 2008, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Raja Grafindo Persada,
           Jakarta.
Kojima, Naoki, 2003, Imperfect Competition in Differentiated Credit Contract Markets,
University of Freiburg, Freiburg, Germany.
Muchsin, 2003, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia , Surakarta :
Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja, 2007, Hak Istimewa, Gadai dan Hipotik.
            Kencana, Jakarta. Muhammad, Abdulkadir, 2002, Hukum Perikatan,
            Alumni, Bandung.
M. T., Abel, Steward R. G. And Suarez V. C., 2008, LAMM Model for Nonperforming Loan
Portfolios’ Market Value Determination Through Multivariable Estimate, 
Business Intelligence Journal, Secured Assets Yield Corporation Limited.
Oterio, Maria, 2005, Bringing Development Back, into Micro-finance, Journal of
            Microfinance, Volume 1 No. 1.
Patrik, Purwahid dan Kashadi, 2005, Hukum Jaminan Edisi revisi dengan UUHT , 
            Fakultas Hukum Undip, Semarang.
Pramono, Nindyo, 2007, Lembaga Mediasi Perbankan Independen dan Mediasi Perbankan 
           Oleh BI (Temporary), Makalah pada Diskusi Terbatas Pelaksanaan Mediasi
           Perbankan Oleh Bank Indonesia & Pembentukan Lembaga Mediasi
           Independen, Kerjasama Bank Indonesia dan Magister Hukum UGM,
           Denpasar, 11 April 2007.
Rahardjo, Satjipto, 2003, Sisi sisi Lain Dari Hukum Di Indonesia, Jakarta: Kompas.
Shidarta, 2004, Pokok-pokok Filsafat Hukum, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sidabolok, Janus, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung :
            Citra Aditya Bakti.
Soemitro, Rochmat, 2000, Dasar-dasar  Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan,
            Eresoo, Jakarta.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2011, Penelitian Hukum Normatif: Suatu  
           Tinjauan Singkat Rajawali Pers, Jakarta.
Sugiyono, 2008, Metodologi Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung.
Usman, Rachmadi, 2003, Aspek-aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, Jakarta,
           PT Gramedia Pustaka Utama.
Vishny, Robert W., 1998. “Law and Finance”. Journal of Political Economy.
            Vol. 106, No. 6

Judul Kelompok                     : “Hukum Perikatan”
Anggota Kelompok               :
1.      Dewi Setiawati           (21212963)
2.      Rivalno                       (26212494)
3.      Wiwiek Widyastuti    (28212175)
KELAS                                      : 2EB12


Review Jurnal Hukum Perikatan Bagian 2



PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN
(Studi Kasus di Perum Pegadaian Cabang Surakarta)


Endang Sri Suwarni
Dr. Aidul Fitriciada Ashari, S.H., M.Hum
Dr. Nurhadiantomo


Tinjauan Umum Tentang Gadai
1. Pengertian Gadai
Istilah gadai berasal dari terjemahan dari kata pand (bahasa Belanda) atau pledhe atau pawn (bahasa Inggris). Gadai ini diatur dalam Buku III Titel 19 Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata. Menurut Pasal 1150 KUHPerdata pengertian dari gadai adalah : Suatu hak yang diperoleh seorang kreditor atas suatu barang bergerak yang bertubuh maupun tidak bertubuh yang diberikan kepa-danya oleh debitor atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang, dan yang memberikan kewenangan kepada kreditor untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu daripada kreditor-kreditor lainnya terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk memelihara benda itu, biaya -biaya mana harus didahulukan (Salim HS, 2008: 33).

2. Subjek dan Objek Gadai
Menurut Salim HS (2008: 36) subjek gadai terdiri atas dua pihak, yaitu pemberi gadai (pandgever) dan penerima gadai (pandnemer). Pemberi gadai (pandgever) yaitu orang atau badan hukum yang memberikan jaminan dalam bentuk be nda bergerak selaku gadai kepada penerima gadai untuk pinjaman uang yang diberikan kepadanya atau pihak ketiga. Unsur -unsur pemberi gadai yaitu:
a)      Orang atau badan hukum;
b)      Memberikan jaminan berupa benda bergerak;
c)       Kepada penerima gadai;
d)      Adanya pinjaman uang;

Objek gadai adalah benda bergerak. Benda bergerak ini dibagi atas dua jenis, yaitu benda bergerak berwujud dan tidak berwujud. Benda bergerak berwujud adalah benda yang dapat berpindah atau dipindahkan. Yang termasuk dalam benda berwujud, seperti emas, arloji, sepeda motor, dan lain-lain. Sedangkan benda bergerak yang tidak berwujud seperti, piutang atas bawah, piutang atas tunjuk, hak memungut hasil atas benda dan atas piutang (Salim HS, 2008: 37).


3. Hak dan Kewajiban antara Pemberi Gadai dan Penerima Gadai
Di dalam pasal 1155 KUHPerdata telah
diatur tentang hak dan kewajiban kedua belah pihak. Hak penerima gadai adalah:
a)      Menerima angsuran pokok pinjaman dan bunga sesuai dengan waktu yang ditentukan;
b)       Menjual barang gadai, jika pemberi gadai tidak memenuhi kewajibannya setelah lampau waktu atau setelah dilakukan peringatan untuk peme-nuhan janjinya (Salim HS, 2008: 47).

Kewajiban penerima gadai diatur di dalam Pasal 1154 , Pasal 1156 dan Pasal 1157 KUHPerdata. Kewajiban penerima gadai adalah:
a)      Menjaga barang yang digadaikan sebaik-baiknya;
b)      Tidak diperkenankan mengalihkan barang yang digadaikan menjadi miliknya, walaupun pemberi gadai wanprestasi (Pasal 1154 KUHPerdata);
c)       Memberitahukan kepada pemberi gadai (debitur) tentang pemindahan barang-barang gadai (Pasal 1156 KUHPerdata);
d)      Bertanggung jawab atas kerugian atau susutnya barang gadai, sejauh hal itu terjadi akibat kelalaiannya (Pasal 1157 KUHPerdata) (Salim HS, 2008: 48).

Hak-hak pemberi gadai adalah :
a)      Menerima uang gadai dari penerima gadai;
b)      Berhak atas barang gadai, apabila hutang pokok, bunga, dan biaya lainnya telah dilunasinya;
c)       Berhak menuntut ke pengadilan supaya barang gadai dijual untuk melunasi hutang-hutangnya (Pasal 1156 KUHPerdata) (Salim HS, 2008: 48)

Kewajiban pemberi gadai adalah :
a)      Menyerahkan barang gadai kepada penerima gadai;
b)      Membayar pokok dan sewa modal kepada penerima gadai;
c)       Membayar biaya yang dikeluarkan oleh penerima gadai untuk menyelamatkan barang -barang gadai (Pasal 1157 KUHPerdata) (Salim HS, 2008:48).

Robert W. Vishny dalam Law and Finance Journal menyebutkan hak-hak kreditur yang didahulukan,antara lain :
a.    Secured creditors are able to gain possession of their security once of the reorganization petition has been approved;
b.    Secured creditors are ranked first in the distribution of the proceeds that result from the dispotition of the assets af a bankrupt firm;
c.    The debtor doesn’t retain the administration of its property pending the resolution of the reorganization;
d.    Secured creditors first paid
(Robert W. Vishny, 1998: 1124).

Berdasarkan penjelasan hak dan kewajiban mengenai penerima dan pemberi gadai dapat dijelaskan bahwa apabila salah satu pihak tidak melaksanakan prestasinya dengan baik, seperti misalnya pem-beri gadai tidak membayar pokok pinjaman dan sewa modalnya, maka lembaga pengadilan dapat memberikan somasi kepada pemberi gadai agar dapat melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang dijanjikan. Apabila somasi ini telah dilakukan selama 3 kali dan tidak diindahkan, maka lembaga pegadaian dapat melakukan pelelangan terhadap benda gadai.

4. Hapusnya Gadai
Hak Gadai menjadi hapus karena beberapa alasan:
a.       Karena hapusnya perikatan pokok Hak gadai adalah hak accessoir, maka dengan hapusnya perikatan pokok membawa serta hapusnya hak gadai.
b.      Karena benda gadai keluar dari kekuasaan pemegang gadai Pasal 1152 ayat (3) KUHPerdata menentukan bahwa: "Hak gadai hapus apabila barang gadai keluar dari kebiasaan si pemegang gadai " Namun demikian hak gadai tidak menjadi hapus apabila pemegang gadai kehilangan kekuasaan atas barang gadai tidak dengan suka rela (karena hilang atau dicuri). Dalam hal ini jika ia memperoleh kembali barang gadai tersebut, maka hak gadai dianggap tidak pernah hilang.
c.       Karena musnahnya benda gadai Tidak adanya obyek gadai mengakibatkan tidak adanya hak kebendaan yang semula membebani benda gadai, yaitu hak gadai.
d.      Karena penyalahgunaan benda gadai Pasal 1159 ayat (1) KUHPerdata menyebutkan bahwa: "Apabila kreditor menyalahgunakan benda gadai, pemberi gadai berhak menuntut pengembalian benda gadai.” Dengan dituntutnya kembali benda gadai oleh pemberi gadai maka hak gadai yang dipunyai pemegang gadai menjadi hapus, apabila pemegang gadai menyalahgunakan benda gadai.
e.      Karena pelaksanaan benda gadai Dengan dilaksanakannya eksekusi terhadap benda gadai, maka benda gadai berpindah ke tangan orang lain. Oleh karena itu maka hak gadai menjadi hapus.
f.        Karena kreditor melepaskan benda gadai secara sukarela Pasal 1152 ayat (2) KUHPerdata menyebutkan bahwa. "Tak ada hak gadai apabila barang gadai kembali dalam kekausaan pemberi gadai.”
g.       Karena percampuran Percampuran terjadi apabila piutang yang dijamin dengan hak gadai dan benda gadai berada dalam tangan satu orang. Dalam hal ini terjadi percam-puran, maka hak gadai menjadi hapus. Orang tidak mungkin mempunyai hak gadai atas benda miliknya sendiri

Tinjauan Umum Tentang Lelang
Menurut Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/ 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/ 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, disebutkan: Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang.
Lelang mengandung unsur-unsur yang tercantum dalam defenisi jual beli adanya subjek hukum, yaitu penjual dan pembeli, adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli tentang barang dan harga; adanya hak dan kewajiban yang timbul antara pihak penjual dan pembeli. Esensi dari lelang dan jual beli adalah penyerahan barang dan pembayaran harga. Penjualan lelang memiliki identitas dan karakteristik sendiri, dengan adanya pengaturan khusus dalam Vendu Reglement, namun dasar penjualan lelang sebagian masih mengacu pada ketentuan KUHPerdata mengenai jual bel i, sehingga penjualan lelang tidak boleh bertentangan dengan asas atau ajaran umum yang
terdapat dalam hukum perdata, seperti ditegaskan dalam Pasal 1319.



DAFTAR PUSTAKA

Barkatullah, Abdul Halim, 2010, Hak-Hak Konsumen, Nusa Media, Bandung.
Catur, N. R. Adi Purwono, 2007, Perlindungan Hukum Nasabah Kredit Kecil di Perum
Pegadaian. Tesis UNS Surakarta.
Dimyati, Khudzaifah, 2005, Teorisasi Hukum : Studi Tentang Perkembangan Pemikiran 
            Hukum di Indonesia 1945 -1990, Muhammadiyah University Press, Surakarta.
Elsas, R. Dan Krahnen, 2000, Is Relationship Lending Special? Evidence from
          Credit-File Data in Germany. Journal of Banking & Finance 22 (1998) 1283-1316.
Hadikusuma, Hilman, 2001, Hukum Perekonomian Adat Indonesia, Citra Aditya Bakti,
            Bandung.
Hasanah, Hetty, 2004, Perlindungan Konsumen dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen 
           atas Kendaraan Bermotor dengan Fidusia,
           (http//jurnal.unikom.ac.id/vol3/perlindungan.html).
HS. Salim, 2008, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Raja Grafindo Persada,
           Jakarta.
Kojima, Naoki, 2003, Imperfect Competition in Differentiated Credit Contract Markets,
University of Freiburg, Freiburg, Germany.
Muchsin, 2003, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia , Surakarta :
Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja, 2007, Hak Istimewa, Gadai dan Hipotik.
            Kencana, Jakarta. Muhammad, Abdulkadir, 2002, Hukum Perikatan,
            Alumni, Bandung.
M. T., Abel, Steward R. G. And Suarez V. C., 2008, LAMM Model for Nonperforming Loan
Portfolios’ Market Value Determination Through Multivariable Estimate, 
Business Intelligence Journal, Secured Assets Yield Corporation Limited.
Oterio, Maria, 2005, Bringing Development Back, into Micro-finance, Journal of
            Microfinance, Volume 1 No. 1.
Patrik, Purwahid dan Kashadi, 2005, Hukum Jaminan Edisi revisi dengan UUHT , 
            Fakultas Hukum Undip, Semarang.
Pramono, Nindyo, 2007, Lembaga Mediasi Perbankan Independen dan Mediasi Perbankan 
           Oleh BI (Temporary), Makalah pada Diskusi Terbatas Pelaksanaan Mediasi
           Perbankan Oleh Bank Indonesia & Pembentukan Lembaga Mediasi
           Independen, Kerjasama Bank Indonesia dan Magister Hukum UGM,
           Denpasar, 11 April 2007.
Rahardjo, Satjipto, 2003, Sisi sisi Lain Dari Hukum Di Indonesia, Jakarta: Kompas.
Shidarta, 2004, Pokok-pokok Filsafat Hukum, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sidabolok, Janus, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung :
            Citra Aditya Bakti.
Soemitro, Rochmat, 2000, Dasar-dasar  Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan,
            Eresoo, Jakarta.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2011, Penelitian Hukum Normatif: Suatu  
           Tinjauan Singkat Rajawali Pers, Jakarta.
Sugiyono, 2008, Metodologi Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung.
Usman, Rachmadi, 2003, Aspek-aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, Jakarta,
           PT Gramedia Pustaka Utama.
Vishny, Robert W., 1998. “Law and Finance”. Journal of Political Economy.
            Vol. 106, No. 6

Judul Kelompok                     : “Hukum Perikatan”
Anggota Kelompok               :
1.      Dewi Setiawati           (21212963)
2.      Rivalno                       (26212494)
3.      Wiwiek Widyastuti    (28212175)
KELAS                                      : 2EB12