PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM
HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN
(Studi Kasus di Perum Pegadaian Cabang Surakarta)
Endang Sri Suwarni
Dr. Aidul Fitriciada Ashari, S.H., M.Hum
Dr. Nurhadiantomo
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perlindungan Hukum Terhadap Hak–Hak
Nasabah Pegadaian Dalam Hal Terjadi Pelelangan Terhadap Barang Jaminan di
Kantor Perum Pegadaian Cabang Surakarta.
Berdasarkan
hasil wawancara dengan pegawai Perum Pegadaian Cabang Surakarta mengenai
pemberitahuan kepada nasabah mengenai terjadinya lelang terhadap barang
jaminan, pihak Perum Pegadaian Cabang Surakarta melakukan pemberitahuan kepada
nasabah dengan cara :
1. Nasabah
kredit diberitahu melalui surat Pemberitahuan lelang dapat dilakukan oleh
Pegadaian dengan cara melalui surat pemberitahuan pelak-sanaan lelang terhadap
barang jaminan milik nasabah yang kreditnya akan jatuh tempo. Surat
pemberitahuan ini dila-kukan oleh Perum Pegadaian terhadap semua nasabah yang
kreditnya akan jatuh tempo, baik kredit golongan A, B, C, D jadi tidak ada
pembedaan perlakuan karena selama ini masih ada pem-bedaan, untuk nasabah
kredit golongan C, D biasanya diberitahu melalui surat, sedangkan untuk nasabah
kredit golongan A, B tidak.
2. Nasabah
kredit didatangi langsung oleh Petugas Pegadaian Untuk kredit dengan jumlah
antara Rp. 5.000.000 s/d Rp. 50.000.000, pembe-ritahuan bisa dilakukan petugas
Perum Pegadaian secara langsung mendatangi nasabah kredit tersebut. Biasanya
kredit dengan jumlah yang besar jumlahnya tidak begitu banyak, sehingga sangat
dimungkinkan didatangi petugas Pegadaian untuk menjelaskan akan adanya
pelaksanaan lelang atas barang jaminan kredit nasabah.
3. Diumumkan
secara langsung di kantor Pegadaian Pemberitahuan akan adanya pelaksanaan
lelang atas barang jaminan dilakukan dengan memberi informasi secara langsung
kepada nasabah di kantor Pegadaian oleh petugas Pega-daian. Bagi nasabah diingatkan untuk melihat bukti kreditnya,
kapan jatuh temponya, dengan
tujuan agar nasabah segera melunasi kreditnya.
4.
Pengumuman
melalui papan pengumuman Pemberitahuan akan adanya pelaksanaan lelang atas
barang jaminan dila-kukan dengan memberikan informasi kepada nasabah melalui
papan pengu-muman yang ada di kantor Pegadaian, informasi tersebut harus secara
jelas, waktu pelaksanaan lelang, tempat pelaksanaan lelang dan lelang barang
jaminan untuk kredit yang jatuh tempo sampai dengan kapan (tanggal, bulan,
tahun)
5.
Melalui
computer klik Pegadaian Untuk lebih meningkatkan pelayanan terhadap nasabah,
perlu juga ditingkatkan informasi mengenai pelelangan, jatuh tempo kredit
nasabah dan layanan lain Pegadaian melalui seperangkat computer. Computer
diletakkan diruang tunggu nasabah, sehingga dapat digunakan oleh nasabah yang
ingin mengetahui tentang lelang, tanggal jatuh tempo kredit, layanan pegadaian
dan informasi lainnya. Nasabah dapat menggunakan sendiri ataupun dengan bantuan
petugas yang khusus untuk itu. Misalnya computer tersebut diberi nama Klik
Pegadaian. Apabila informasi mengenai lelang tersebut sudah diketahui langsung
oleh nasabah, diharapkan nasabah akan melunasi pinjamannya.
6.
Diumumkan
melalui radio terdekat Selama ini pengumuman lelang mela-lui radio terdekat,
biasanya RRI merupakan radio pilihan untuk mengumumkan akan adanya lelang
barang jaminan milik nasabah yang kreditnya akan jatuh tempo dan yang sudah
tidak ditebus. Berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Perum
Pegadaian Cabang Surakarta mengenai mekanisme pemberitahuan kepada nasabah
apabila terjadi eksekusi lelang
tersebut juga sesuai dengan ketentuan Pasal 1238 KUH Perdata. Cara pemberian teguran terhadap debitur yang lalai
tersebut telah diatur dalam
dalam pasal 1238 KUH Perdata yang menentukan bahwa teguran itu harus dengan
surat perintah. atau dengan akta sejenis. Yang dimaksud dengan surat perintah
dalam pasal tersebut adalah peringatan resmi dari juru sita pengadilan, sedangkan yang dimaksud dengan akta
sejenis adalah suatu tulisan
biasa (bukan resmi), surat maupun telegram yang tujuannya sama yakni untuk memberi
peringatan-peringatan kepada debitur untuk
memenuhi prestasi dalam waktu seketika atau dalam tempo tertentu, sedangkan menurut Ramelan Subekti akta sejenis lazim ditafsirkan
sebagai suatu peringatan atau teguran yang
boleh dilakukan secara lisan, asal cukup tegas yang menyatakan desakan kreditur kepada debitur agar memenuhi prestasinya seketika atau dalam waktu tertentu.
Menurut
pasal 1238 KUH Perdata yang menyakan bahwa: “Si berutang adalah lalai, apabila
ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan
lalai, atau demi perikatan sendiri, ialah jika ini menetapkan bahwa si berutang
harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.
Dari
ketentuan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa debitur dinyatakan wanprestasi
apabila sudah ada somasi (in gebreke stelling). Adapun
bentukbentuk somasi menurut pasal 1238 KUH Perdata adalah:
1. Surat
perintah
Surat
perintah tersebut berasal dari hakim yang biasanya berbentuk penetapan. Dengan
surat penetapan ini juru sita memberitahukan secara lisan kepada debitur kapan selambat-lambatnya
dia harus berprestasi. Hal ini biasa disebut “exploit juru Sita”
2. Akta
sejenis
Akta ini
dapat berupa akta dibawah tangan maupun akta notaris.
3. Tersimpul
dalam perikatan itu Sendiri
Maksudnya
sejak pembuatan perjanjian, kreditur sudah menentukan saat adanya wanprestasi.
Dalam perkembangannya, suatu
somasi atau teguran terhadap debitur yang melalaikan kewajibannya dapat
dilakukan secara lisan akan tetapi untuk mempermudah pembuktian dihadapan hakim
apabila masalah tersebut berlanjut ke pengadilan maka sebaiknya diberikan
peringatan secara tertulis. Dalam keadaan tertentu somasi tidak diperlukan
untuk dinyatakan bahwa seorang debitur melakukan wanprestasi yaitu dalam hal
adanya batas waktu dalam perjanjian (fatal termijn), prestasi dalam
perjanjian berupa tidak berbuat sesuatu, debitur mengakui dirinya wanprestasi.
Berdasarkan
bentuk perlindungan yang diberikan oleh Perum Pegadaian tersebut di atas
dapat peneliti jelaskan bahwa perlindungan hukum dalam bidang kredit gadai
merupakan faktor penting untuk menciptakan kepastian hukum, manfaat, dan
keadilan bagi para pihak dalam perjanjian kredit gadai. Dalam tatanan
perlindungan hukum debitur menghadapi resiko yang lebih kecil dibandingkan
dengan kreditur, namun sering terjadi posisi hukum Debitur lebih lemah di dalam
perjanjian kredit dan oleh karena itu Debitur perlu memahami Perlindungan Hukum
Bagi Nasabah Debitur.
Akibat
Hukum Bila Tidak Dipenuhi Hak-Hak Nasabah Jika Terjadi Wanprestasi Dari
Pemegang Gadai
Prestasi
menurut hukum perdata sebagaimana diatur dalam Pasal 1234 KUH Perdata adalah
untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu.
Wanprestasi ini dalam hukum Perdata ada 3 jenis yaitu: 1) Tidak memenuhi
prestasi sama sekali, 2) terlambat memenuhi prestasi, 3) Memenuhi prestasi
secara tidak baik.
Dalam bab
ini fokus pembahasan terhadap akibat hukum tindakan wanprestasi yang dilakukan
oleh Perum Pegadaian terhadap nasabah kaitannya dengan perlindungan hukum bagi debitur
karena akibat wanprestasi tersebut.]
Tindakan
wanprestasi terhadap benda jaminan gadai milik debitur dapat berupa: 1) karena kelalaian
karyawan Perum Pegadaian menye - babkan benda jaminan tertukar, 2) karena
kelalaian karyawan Perum Pegadaian menyebabkan benda jaminan hilang, 3) karena
kelalaian karyawan Perum Pegadaian menyebabkan benda jaminan rusak.
Menyangkut
ketiga aspek diatas, maka perlu juga dikemukakan dasar dari kewajiban pemegang
gadai yaitu :
1. Kewajiban
memberitahukan kepada pemberi gadai jika barang gadai dijual
2. Kewajiban
memelihara benda gadai
3. Kewajiban
untuk memberitahukan perhitungan antara hasil penjualan barang gadai dengan besarnya
piutang kepada pemberi gadai.
4. Kewajiban
untuk mengembalikan barang gadai. Menurut Pasal 1159 Ayat (1) KUH Perdata,
kewajiban ini dilaksanakan karena :
a. Kreditur
telah menyalahgunaan barang gadai
b. Debitur
telah melunasi sepenuhnya, baik utang pokok, bunga dan biaya hutangnya serta
biaya untuk menyelamatkan barang gadai.
5. Kewajiban
untuk memperhitungkan hasil penagihan bunga piutang gadai dengan besarnya bunga
piutang kepada debitur.
6. Kewajiban
untuk mengembalikan sisa hasil penagihan piutang gadai kepada pemberi gadai.
Dasar-dasar
pikiran di atas menggaris bawahi bahwa perlindungan hukum bagi debitur karena
tindakan wanprestasi yang dilakukan Perum Pegadaian, semestinya diperluas dan dipertegas,
dapat dilihat bahwa hampir semua point di atas sebagai kewajiban pemegang gadai
tidak pernah dilaksanakan. Berdasarkan hasil wawancara dengan nasabah Perum
Pegadaian menga takan bahwa pengetahuan nasabah terhadap keadaan benda jaminan
gadai akan dilelang lewat informasi pengumuman di pegadaian, dan tidak ada
konfirmasi kepada pemilik benda jaminan terhadap lelang tersebut.
Pengumuman lelang di papan pengumuman pada
Kantor Cabang Pegadaian, menurut penulis bukanlah wujud tanggung jawab pemegang
gadai seperti yang digariskan pada bagian pertama di atas, barangkali lebih
merupakan penyempitan makna pemberitahuan, tindakan ini sebenarnya dapat juga
diklasifikasikan sebagai tindakan wanprestasi, namun sangat sulit mengarahkan
pada tindakan wanprestasi, karena memang perjanjian kred it dengan jaminan
barang bergerak telah dikondisikan demikian.
Tindakan
wanprestasi akan menyebabkan salah satu pihak mengalami kerugian, dalam
perjanjian gadai wanprestasi dapat dilakukan dilakukan oleh kreditur atau Perum
Pegadaian, tindakan wanprestasi ini dapat berupa rusaknya barang gadai,
pelaksanaan lelang tanpa memberitahukan debitur serta tidak adanya pengembalian
uang sisa hasil lelang setelah dikurangi pokok pinjaman beserta bunganya.
Menurut
analisis penulis perjanjian gadai itu sendiri merupakan perjanjian baku, yang
intinya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
perlindungan Konsumen khususnya Pasal 18 yaitu sebagai berikut:
1. Pelaku
usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan
dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau
perjanjian apabila:
a. Menyatakan
pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b. Menyatakan
bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
c. Menyatakan
bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas
barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d. Menyatakan
pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak
langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang
yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
e. Mengatur
perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang
dibeli oleh konsumen;
f.
Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi
manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual
beli jasa;
g. Menyatakan
tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan
dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen
memanfaatkan jasa yang dibelinya;
h. Menyatakan
bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan,
hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
2. Pelaku
usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit
terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit
dimengerti.
3. Setiap
klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau
perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) dinyatakan batal demi hukum.
4. Pelaku
usaha wajib menyesuaikan klausul baku yang bertentangan dengan Undang-undang
ini. Maupun berdasarkan KUH Perdata Pasal 1320 menyangkut syarat –syarat sahnya
perjanjian:
1. Adanya
kesepakatan kedua belah pihak;
2. Kecakapan
bertindak;
3. Adanya
objek perjanjian;
4. Adanya
causa yang halal (Salim HS, 2002: 162).
Upaya Hukum Yang Ditempuh Oleh Nasabah
Jika Terjadi Wanprestasi Dari Pemegang Gadai
1. Menyelesaikan Sengketa
Melalui Jalur Musyawarah Mufakat
Penyelesaian
sengketa melalui jalur musyawarah mufakat ini merupakan jalur paling awal yang
dilalui oleh pihak yang bersengketa sebelum akhirnya masuk pada jalur hukum
atau pengadilan. Dengan adanya jalur ini, diharapkan para pihak yang
bersengketa dapat menyelesaikan masalahnya dengan cara yang baik-baik
(musyawarah) sehingga sampai pada perdamaian (mufakat).
Berikut ini
langkah-langkah dalam penyelesaian seng –keta melalui jalur musyawarah mufakat,
yaitu:
a. Mengembalikan pada butir-butir
akad yang telah ada sebelumnya
b. Para pihak yakni nasabah
dan Pegadaian kembali duduk bersama dan fokus kepada masalah yang dipersengketakan.
c. Mengedepankan musyawarah dan
kekeluargan, hal ini sangat dianjurkan untuk menyelesaikan sengketa
d. Tercapainya perdamaian
antara pihak yang bersengketa
Berdasarkan
langkahlangkah penyelesaian sengketa melalui jalur musyawarah mufakat ini, maka
sangat diharapkan terciptanya perdamaian antara nasabah dan Pegadaian. Tetapi
ketika melalui jalur ini persengketaan tidak juga selesai, maka persengketaan ini
dapat dilakukan melalui lembaga mediasi untuk segera mendapatkan solusi yang
baik. Bila jalur mediasi tidak juga mendapatkan hasil, maka jalur paling akhir
yang harus ditempuh adalah jalur Pengadilan.
2. Melalui Mediasi
Pengertian
Mediasi secara normatif tidak kita jumpai dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Oleh karena itu
pengertian mediasi di ambil dari pendapat ahli dan kamus. Menurut Rachmadi
Usman (2003: 79) mediasi adalah penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga
sebagai penengah. Sementara dalam Black Law Dictionary mengenai mediasi ini didefiniskan
sebagai berikut: Mediation is privat, informal dispute resolution process in
which a neutral third person, the mediator, helps disputing parties
to reach an agreement. The mediator has no power to
impose a decission on the parties.
Jadi,
mediasi adalah sebuah mekanisme penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak
ketiga yang netral, dalam artian pihak ketiga dimaksud (mediator) tidak
memiliki kompetensi untuk membuat keputusan. Mediator hanya diperkenankan
memberikan tawaran alternatif solusi dan para pihak sendiri yang pada akhirnya
memberikan putusannya.
Dengan
demikian dapat dika-takan bahwa pada dasarnya seorang mediator berperan sebagai
penengah yang membantu para pihak untuk menyelesaikan sengketa yang
dihadapinya. Sebagai penengah di sini di samping sebagai penyelenggara dan
pemimpin diskusi, juga dapat membantu para pihak untuk mendesain penyelesaian
sengketanya, sehingga dapat menghasilkan kesepakatan bersama. Untuk itu seorang
mediator harus memiliki kemampuan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang
nantinya akan dipergunakan sebagai bahan untuk menyusun dan mengusulkan pelbagai
pilihan penyelesaian masalah yang disengketakan.
3. Melalui Lembaga Arbitrase Atau Peradilan
Berdasarkan
hasil penelitian yang peneliti lakukan upaya penyelesaian sengketa antara nasabah
dengan Perum Pegadaian melalui arbitrase atau peradilan selama ini belum pernah
terjadi, hal tersebut dikarenakan penyelesaian sengketa melalui lembaga
arbitrase atau peradilan tidak mudah dilaksanakan bagi nasabah kecil dan usaha mikro
dikarenakan memerlukan waktu dan biaya yang mahal. Sehingga diupayakan
penyelesaian yang sederhana, murah, dan cepat melalui lembaga mediasi agar hak-hak
nasabah dapat terpenuhi dengan baik.
Berdasarkan
hal tersebut di atas, menunjukkan bahwa upaya hukum yang dapat dilakukan oleh
nasabah apabila terjadi wanprestasi dari pemegang gadai adalah melalui
musyawarah mufakat, melalui mediasi dan arbitrase atau peradilan. Namun fakta
yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa nasabah yang barang jaminannya telah
dilelang oleh Perum Pegadaian tidak pernah melakukan upaya hukum. Hal tersebut
dapat dilihat dari hasil angket yang diisi oleh nasabah Perum
Pegadaian Cabang Surakarta
yang menyatakan bahwa para nasabah mempunyai keinginan menggugat Perum Pegadaian
melalui jalur hukum akibat barang jaminannya di lelang.
Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi nasabah yang tidak mempunyai keinginan untuk
menggugat Perum Pegadaian melalui jalur hukum akibat barang jaminannya di
lelang adalah sebagai berikut:
1. Rendahnya
tingkat pendidikan yang dimiliki oleh nasabah
2. Nasabah
tidak mamahami prosedur hukum, sehingga merasa takut untuk melakukan gugatan
hukum terhadap Perum Pegadaian.
3. Nasabah
beranggapan bahwa dalam berperkara di Pengadilan memer - lukan biaya yang besar
dan memakan waktu yang lama.
DAFTAR PUSTAKA
Barkatullah, Abdul Halim, 2010, Hak-Hak
Konsumen, Nusa Media, Bandung.
Catur, N. R. Adi Purwono, 2007, Perlindungan
Hukum Nasabah Kredit Kecil di Perum
Pegadaian. Tesis
UNS Surakarta.
Dimyati, Khudzaifah, 2005, Teorisasi Hukum :
Studi Tentang Perkembangan Pemikiran
Hukum di Indonesia 1945 -1990, Muhammadiyah University Press, Surakarta.
Hukum di Indonesia 1945 -1990, Muhammadiyah University Press, Surakarta.
Elsas, R. Dan Krahnen, 2000, Is Relationship Lending
Special? Evidence from
Credit-File Data in Germany. Journal of Banking & Finance 22 (1998) 1283-1316.
Credit-File Data in Germany. Journal of Banking & Finance 22 (1998) 1283-1316.
Hadikusuma, Hilman, 2001, Hukum Perekonomian
Adat Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Bandung.
Hasanah, Hetty, 2004, Perlindungan Konsumen dalam Perjanjian
Pembiayaan Konsumen
atas Kendaraan Bermotor dengan Fidusia,
(http//jurnal.unikom.ac.id/vol3/perlindungan.html).
atas Kendaraan Bermotor dengan Fidusia,
(http//jurnal.unikom.ac.id/vol3/perlindungan.html).
HS. Salim, 2008, Perkembangan Hukum Jaminan di
Indonesia, Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Jakarta.
Kojima, Naoki, 2003, Imperfect Competition in Differentiated
Credit Contract Markets,
University of Freiburg, Freiburg,
Germany.
Muchsin, 2003, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi
Investor di Indonesia , Surakarta :
Magister Ilmu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja, 2007, Hak
Istimewa, Gadai dan Hipotik.
Kencana, Jakarta. Muhammad, Abdulkadir, 2002, Hukum Perikatan,
Alumni, Bandung.
Kencana, Jakarta. Muhammad, Abdulkadir, 2002, Hukum Perikatan,
Alumni, Bandung.
M. T., Abel, Steward R. G. And Suarez V. C., 2008, LAMM
Model for Nonperforming Loan
Portfolios’
Market
Value Determination Through Multivariable Estimate,
Business Intelligence Journal, Secured Assets Yield Corporation Limited.
Business Intelligence Journal, Secured Assets Yield Corporation Limited.
Oterio, Maria, 2005, Bringing Development Back,
into Micro-finance, Journal of
Microfinance, Volume 1 No. 1.
Microfinance, Volume 1 No. 1.
Patrik, Purwahid dan Kashadi, 2005, Hukum
Jaminan Edisi revisi dengan UUHT ,
Fakultas Hukum Undip, Semarang.
Fakultas Hukum Undip, Semarang.
Pramono, Nindyo, 2007, Lembaga Mediasi Perbankan Independen
dan Mediasi Perbankan
Oleh BI (Temporary), Makalah pada Diskusi Terbatas Pelaksanaan Mediasi
Perbankan Oleh Bank Indonesia & Pembentukan Lembaga Mediasi
Independen, Kerjasama Bank Indonesia dan Magister Hukum UGM,
Denpasar, 11 April 2007.
Oleh BI (Temporary), Makalah pada Diskusi Terbatas Pelaksanaan Mediasi
Perbankan Oleh Bank Indonesia & Pembentukan Lembaga Mediasi
Independen, Kerjasama Bank Indonesia dan Magister Hukum UGM,
Denpasar, 11 April 2007.
Rahardjo, Satjipto, 2003, Sisi sisi Lain Dari
Hukum Di Indonesia, Jakarta: Kompas.
Shidarta, 2004, Pokok-pokok Filsafat Hukum, PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sidabolok, Janus, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen di
Indonesia, Bandung :
Citra Aditya Bakti.
Citra Aditya Bakti.
Soemitro, Rochmat, 2000, Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan,
Eresoo, Jakarta.
Eresoo, Jakarta.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2011, Penelitian
Hukum Normatif: Suatu
Tinjauan Singkat Rajawali Pers, Jakarta.
Tinjauan Singkat Rajawali Pers, Jakarta.
Sugiyono, 2008, Metodologi Penelitian Bisnis, Alfabeta,
Bandung.
Usman, Rachmadi, 2003, Aspek-aspek Hukum Perbankan Di
Indonesia, Jakarta,
PT Gramedia Pustaka Utama.
PT Gramedia Pustaka Utama.
Judul Kelompok :
“Hukum Perikatan”
Anggota Kelompok :
1.
Dewi Setiawati (21212963)
2.
Rivalno (26212494)
3.
Wiwiek Widyastuti (28212175)
KELAS :
2EB12